Ketika kesedihan datang, dunia tampak begitu kelabu
Langit cerah tampak begitu mendung
Seluruh dunia tampak tak bersahabat
Tak ada satu tempat pun yang memberikan kenyamanan
Berjuta kepingan es seakan menikam hati
Sakit dan perih menjadi satu
Dan air mata pun mulai mengalir…
Ketika kebahagiaan datang, dunia tampak begitu indah
Langit mendung tampak begitu cerah
Seluruh dunia tampak begitu bersahabat
Semua tampak memberikan kenyamanan
Berjuta kehangatan seakan menyelimuti hati
Damai dan suka cita menjadi satu
Dan tawa pun mulai merekah…
Kedua keadaan yang kontras di atas mungkin sering kita alami. Ada saat di mana kita begitu bahagia, tawa pun tak bisa ditahan. Namun di saat lain, kita merasa begitu sedih, saat di mana kita begitu kesepian, sendirian, dan kita harus berjuang melawan tangis. Air mata yang menetes seakan belum dapat melukiskan kepedihan hati kita. Pernahkah anda berpikir, berapa sering perasaan kita menghadapi dualisme itu? Seberapa sering anda merasa dipermainkan oleh perasaan anda sendiri? Berapa sering anda tak dapat mengontrol perasaan anda?
Ketika anda sedang megalami kebahagiaan, mungkin anda jarang memperhatikan perasaan anda. Anda hanya mengetahui bahwa saat itu anda senang dan anda begitu bahagia. Dan tak ada yang perlu anda pikirkan lagi. Namun, bagaimana ketika anda sedang mengalami kesedihan? Pasti di pikiran anda penuh dengan tanda tanya. “Mengapa saya yang harus mengalami nasib yang begitu buruk ini?”. “Mengapa harus saya?”. “Mengapa dunia seakan tidak adil kepada saya?”
Berbagai kondisi di atas masih menunjukkan sifat kita yang lobha (serakah) dalam arti ingin menambah hal yang menyenangkan namun tidak ingin menerima hal yang tidak menyenangkan. Diri kita masih penuh dengan tanha (nafsu keinginan). Kita masih dilingkupi oleh belenggu batin sehingga kita tidak bisa melihat dan menerima realitas dengan baik. Kita tidak bisa mengontrol batin kita. Batin kita belum bisa mencapai upekkha( keseimbangan batin). Ketika bahagia kita begitu bahagia, dan ketika sedih kita begitu sedih.
Mungkin banyak dari anda yang setelah merenungkan kondisi seperti ini merasa bingung. Mungkin anda akan bertanya-tanya, “Jadi mengapa perasaan saya harus dipermainkan seperti ini?” “Mengapa saya harus dipermainkan dalam lingkaran kebahagiaan dan kesedihan yang tak berakhir?” Dan mungkin anda akan berkata, “Saya sudah bosan dengan keadaan seperti ini”.
Mungkin tindakan yang tepat adalah bagaimana anda mengontrol perasaan anda. Ketika anda senang, anda tidak terlalu senang. Sementara ketika anda sedih, anda tak terlalu sedih. Intinya anda berusaha menghindari sisi ekstrem. Anda menerima semua realitas dengan “biasa-biasa saja”. Ada baiknya ketika anda sedang bahagia, anda dapat merenungkan pertanyaan berikut ini, “ Mengapa saya bahagia?”. Lalu anda menyadari, bahwa kebahagiaan yang anda terima pasti ada sebabnya. Dan anda menyadari bahwa penyebabnya adalah karma baik yang pernah anda tanam sebelumnya. Dengan demikian anda tak akan terlalu berlebihan menerima kebahagiaan yang datang kepada anda karena anda tahu bahwa apa yang anda terima sekarang adalah hasil perbuatan anda di masa lampau. Karma baik anda sedang berbuah saat ini. Anda seharusnya mendapat motivasi untuk lebih banyak melakukan karma baik lagi (tapi perbuatannya tetap dilandasi dengan ketulusan, tidak semata-mata mengharapkan pamrih untuk menerima kebahagian semata). Tapi hendaknya anda menerima semua kebahagiaan dengan sewajarnya, anda menyadari bahwa kebahagiaan pun hanya sementara, tak kekal dan suatu saat akan hilang.
Ketika anda sedang mengalami kesedihan, anda dapat melakukan perenungan terhadap hal yang sama ketika anda sedang mengalami kebahagiaan. Anda dapat merenungkan, “Mengapa saya sedih?”. Lalu anda menyadari bahwa kesedihan yang anda terima pasti ada sebabnya. Dan anda menyadari bahwa penyebabnya adalah karma buruk yang pernah tanam sebelumnya. Dengan demikian anda tak akan terlalu berlebihan menerima kebahagiaan yang datang kepada anda karena anda tahu bahwa apa yang anda terima sekarang adalah hasil perbuatan anda di masa lampau. Karma buruk anda sedang berbuah saat ini. Anda seharusnya mendapat motivasi untuk tidak menambah timbunan karma buruk lagi. Anda juga harus menerima semua kesedihan dengan sewajarnya, anda menyadari bahwa kesedihan pun hanya sementara, tak kekal dan akan berlalu juga suatu saat.
Anda harus berusaha mengembangkan upekkha (keseimbangan batin). Anda tahu ketika kebahagiaan datang, lalu menerima sewajarnya. Demikian pula ketika kesedihan datang, anda mengetahuinya, lalu menerima sewajarnya. Dengan demikian anda dapat mengontrol perasaan anda, bukan anda yang dikontrol oleh perasaan anda. Adalah lebih baik ketika anda dapat menakhlukkan diri anda sendiri daripada menakhlukkan orang lain. Bila hal ini dapat dilakukan, maka anda tidak akan merasa terlalu tetkejut ketika kebahagiaan berubah menjadi kesedihan ataupun kesedihan berubah menjadi kebahagiaan. Anda mengetahui, semua hal ada sebabnya. Benih yang baik akan menghasilkan buah yang baik, sementara benih yang tidak baik akan menghasilkan buah yang tidak baik. By : Tim Rohani KMBUI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar