Asal Usul Hari Kathina


Asal Usul Hari Kathina
Oleh: Yang Mulia Bhikkhu Dhammavicaro


Dalam menyambut masa Kathina yang berlangsung selama satu bulan --dari tanggal 27 Oktober s/d 25 November 2007--, ada baiknya kita mengingat dan menelusuri kembali sejarah Kathina. Bagi umat Buddha, masa Kathina erat kaitannya dengan berdana kepada Sangha. Masa Kathina selalu disambut umat Buddha dengan begitu meriah, ini dapat dilihat dari semangat umat Buddha memperingati Kathina dengna berbondong-bondong datang ke Vihara. Mereka dengan perasaan bahagia, dan penuh ketulusan hati melakukan persembahan kepada Sangha.

Peristiwa ini sudah berlangsung beribu-ribu tahun lamanya dan menarik sekali apabila kita telusuri bagaimana sesungguhnya Kathina sampai ditetapkan oleh Sang Buddha Gotama?

Sejarah mencatat bahwa setelah meraih Pencerahan Agung, Sang Buddha melakukan perjalanan ke Taman Rusa Isipatana, di dekat Benares. Beliau membabarkan Dhamma yang dikenal dengan Dhammacakkapavatana Sutta kepada lima orang pertapa yang pernah menjadi sahabatNya? Kondana, Vappa, Bhaddiya, Mahanama, dan Assaji. Setelah menguraikan khotbah pertama, Sang Buddha tetap tinggal disana. Beliau bertemu dengan Yasa -- anak seorang pedagang kaya raya di Benares -- dan memberikan wejangan Dhamma kepadanya. Disamping itu, Sang Buddha juga membabarkan Dhamma kepada ayah Yasa dan empat sahabat Yasa. Mereka beserta para pengikutnya -- semuanya berjumlah lima puluh lima orang -- meninggalkan kehidupan berumah tangga, memasuki kehidupan tanpa rumah (menjadi Bhikkhu), dan mencapai tingkat kesucian Arahat.

Masa penyebaran Dhamma telah dimulai. Tetapi pada saat itu Sang Buddha belum menyatakan masa Vassa dan masa Kathina. Semangat untuk menyebarkan Dhamma dalam diri para Bhikkhu nampaknya sangat besar.

Hal ini bisa terlihat dari adanya sekelompok Bhikkhu yang mengadakan perjalanan pada musim dingin, musim panas, maupun musim hujan (Sebagaimana diketahui di India hanya dikenal tiga Musim).

Melihat hal ini masyarakat mengkritik dengan mengatakan, "Mengapa para Bhikkhu Sakyaputta (murid-murid Sang Buddha) mengadakan perjalanan pada musim dingin, panas dan musim hujan sehingga mereka menginjak tunas-tunas muda, rumput-rumputan, serta merusak kehidupan yang sangat penting dan mengakibatkan binatang-binatang kecil mati? Tetapi pertapa-pertapa lain, yang walaupun kurang baik dalam melaksanakan peraturan (Vinaya), namun mereka menetap selama musim hujan".

Mendengar keluhan masyarakat tersebut, beberapa orang Bhikkhu menghadap Sang Buddha dan melaporkan kejadian di atas. Sang Buddha kemudian memberikan keterangan yang masuk akal, dan bersabda :

"Para Bhikkhu, saya izinkan kamu untuk melaksanakan masa Vassa".

Kemudian terpikir oleh para Bhikkhu,

"Kapan masa Vassa dimulai ?".

Mereka menyatakan hal ini kepada Sang Buddha dan Beliau kemudian menyatakan, "Saya izinkan kamu melaksanakan masa Vassa selama musim hujan".

Kemudian terpikir lagi oleh para Bhikkhu,

"Berapa banyak periode untuk memulai masa Vassa ?".

Mereka menyampaikan hal ini kepada Sang Buddha, Beliau berkata,

"O para Bhikkhu, terdapat dua masa untuk memasuki masa Vassa, yang awal dan yang berikutnya. Yang awal dimulai sehari setelah purnama di bulan Asalhi (Kini dikenal dengan Hari Raya Asadha) dan yang berikutnya dimulai sebulan setelah purnama di bulan Asalhi. Itulah dua periode untuk memulai musim hujan". Sejauh ini belum ada ketetapan mengenai Kathina Upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah menjalani Vassa. Sang Buddha baru menetapkan masa Vassa dan sejak saat itu, para Bhikkhu melaksanakan masa Vassa. Pada masa Vassa para Bhikkhu menetap selama musim hujan dan melatih dirinya.

Kathina mempunyai kisah tersendiri, sebagai berikut, pada waktu itu Sang Buddha menetap di Savatthi, di hutan Jeta di vihara yang di dirikan oleh Anathapindika. Ketika itu terdapat tiga puluh orang Bhikkhu dari Pava sedang mengadakan perjalanan ke Savatthi untuk bertemu dengan Sang Buddha.

Ketika masa Vassa tiba, mereka belum sampai di Savatthi. Mereka memasuki masa Vassa di Saketa dengan berpikir,

"Sang Buddha tinggal sangat dekat, hanya enam yojana dari sini tetapi kita tidak mempunyai kesempatan bertemu dengan Sang Buddha".

Setelah menjalankan masa Vassa selama tiga bulan, dengan jubah basah kuyup dan kondisi yang lelah mereka sampai di Savatthi. Setelah memberi hormat, mereka duduk dengan jarak yang pantas.

Sang Buddha berkata,

"O para Bhikkhu, semoga semuanya berjalan dengan baik. Saya berharap kalian mendapatkan sokongan hidup. Selalu penuh persahabatan dan harmonis dalam kelompok. Kamu melewatkan masa Vassa dengan menyenangkan dan tidak kekurangan dalam memperoleh dana makanan".

Kemudian para Bhikkhu menjawab:

"Segala sesuatu berjalan dengan baik, Sang Bhagava. Kami mendapatkan sokongan yang cukup, dalam kelompok selalu penuh persahabatan dan harmonis, dan mendapatkan dana makanan yang cukup. Kami sebanyak tiga puluh orang Bhikkhu dari Pava ke Savatthi untuk bertemu dengan Sang Bhagava, tetapi ketika musim hujan mulai, kami belum sampai di Savatthi untuk bervassa. Kami memasuki masa Vassa dengan penuh kerinduan dan berpikir, Sang Bhagava tinggal dekat dengan kita, enam yojana, tetapi kita tidak mempunyai kesempatan melihat Sang Bhagava. Kemudian kami, setelah menjalankan masa Vassa selama tiga bulan, menjalankan pavarana, hujan, ketika air telah berkumpul, rawa telah terbentuk, dengan jubah yang basah kuyup dan kondisi yang lemah dalam perjalanan yang jauh".

Setelah memberikan wejangan Dhamma,Sang Buddha berkata kepada para Bhikkhu,

"O para Bhikkhu, Saya izinkan untuk membuat jubah Kathina bila menyelesaikan masa Vassa secara lengkap........".

Demikianlah izin membuat jubah Kathina ditetapkan Sang Buddha ketika Beliau tinggal di Savatthi.

Sampai sekarang Kathina tetap diperingati sebagai upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah menjalani Vassa. Jadi setelah masa Vassa berakhir, umat Buddha memasuki masa Kathina atau bulan Kathina. Dalam kesempatan tersebut, selain memberikan persembahan jubah Kathina, umat Buddha juga berdana kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan agama Buddha. Hubungan harmonis antara Bhikkhu Sangha dan umat awam seperti yang tercermin dalam masa Kathina ini, sungguh merupakan suatu berkah dalam kehidupan ini. Kathina memang memberikan makna yang mendalam bagi umat Buddha.

Cermin Positif



Mengkritik itu mudah, karena melihat kesalahan orang lain itu gampang. Namun kritik yang didasari oleh mencari-cari kesalahan orang lain tak mungkin dapat mempermudah keadaan.Kita tak perlu menghabiskan waktu dan tenaga kita untuk menilai apakah oranglain telah berbuat salah atau benar.Karena itu sangat mudah !

Yang sulit adalah melihat kesalahan diri kita sendiri. Waspadailah bila kita begitu pandai mengkritik. Jangan-jangan kita tak mampu lagi melihat kebenaran.Dan sebuta-butanya orang ialah mereka yang tak bisa menangkap cahaya kebenaran.

Sekali kita gembira bisa menemukan sebutir debu kesalahan orang lain, kita tergoda untuk mendapatkan yang sebesar kerikil. Begitu seterusnya, hingga tanpa sadar kita telah menciptakan gunung kesalahan orang.Orang tak pernah suka berkaca pada cermin yang memantulkan kekurangan wajahnya.

Maka dari itu janganlah kita menjadi bayangan atas kesalahan orang lain. Bantulah mereka menemukan sisi positif diri mereka. Di saat itu pula orang lain akan memantulkan sisi baik kita sendiri.

sumber dari http://indoforum.org/ by lauzart

Betapa Bahagianya Jadi Manusia

Terlahir sebagai manusia adalah berkah. Terlahir sebagai manusia membutuhkan sebab dan akibat yang sesuai. Ilmu pengetahuan modern juga menjelaskan betapa sulitnya terlahir sebagai manusia. Di dalam satu tetes sperma terdapat jutaan benih tetapi hanya ada satu benih yang bisa masuk ke dalam Ovum ( sel telur ) kemudian dibuahi lalu menjadi janin dan akhirnya lahir sebagai manusia. Dari contoh tersebut, kita dapat lihat betapa sulitnya terlahir sebagai manusia.


Kita telah terlahir di dalam berbagai macam tubuh sejak waktu yang tidak berawal di dunia ini, tapi kita tidak mendapatkan apa-apa. Tidak ada satupun bentuk penderitaan dan kebahagiaan yang tidak kita rasakan dan alami. Pada saat kita terlahir kembali sebagai manusia, kita harus berbuat sesuatu untuk merasakan makna dari kehidupan. Selama ini jika kita tidak berpikir kritis, kita tidak akan merasakan betapa berharganya kelahiran kita sebagai manusia dan kita juga tidak menyesal kalau kita menyia-nyiakannya.

Kita mungkin lebih menyesal jika kehilangan uang, tapi sebetulnya tubuh manusia ini lebih penting daripada permata yang bisa mengabulkan semua keinginan kita.Dengan tubuh manusia, kita mampu mencegah kita terlahir di alam yang lebih rendah. Melalui kelahiran yang sekarang ini, kita hanya perlu mengunakan kesempatan yang sudah ada. Oleh sebab-sebab ini, maka kelahiran sebagai manusia lebih berharga dibanding dengan jutaan permata.

Jika kita menyia-nyiakan kelahiran ini yaitu kelahiran yang sudah kita dapatkan dengan susah payah, maka itu lebih menyedihkan daripada kehilangan jutaan permata. Kita tidak dapat menggenggam masa lalu, ataupun memastikan yang akan datang. Oleh karena itu, mulai sekarang kita harus mendapatkan makna dari kehidupan kita. Berpaculah pada waktu, jangan biarkan ia melewatimu.